Kamis, 12 Juni 2008

perjalanan masih panjang

keluarga Indonesia,

Tak pernah terlintas sedikitpun bila kini aku mulai terbiasa bolak-balik ke pengadilan negeri Jakarta Pusat. Sejak gugatan citizen law suit disidangkan, meja hijau itu jadi akrab dengan keseharianku. Senin lalu, bersama Pak Kristiono ayah Indah yang tak pernah absen hadir menemani Tim Advokasi Korban UN meski lingkar matanya divonis kena pendarahan dan katarak, Ibu Tri yang tertatih-tatih menuntun motornya karena tak kuat lagi naik bis, Gatot pengacara korban yang tanpa lelah menyiapkan pembelaan lengkap dan cerdas bagi kami, keluarga yang tidak hanya peduli pendidikan tapi juga berjuang agar hak anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dilindungi.

Minggu ini adalah penantian panjang untuk menunggu keputusan Hakim Mahkamah Agung terhadap kasasi yang diajukan para pengayom negara ini : Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas dan BSNP. Sungguh tak ada alasan lain kami berjuang tanpa henti dengan cara yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan hak anak tumbuh kembang sesuai minat, bakat dan tingkat kemampuannya. Mudah-mudahan majelis hakim di Mahkamah Agung membuka nurani untuk mendengar lirihnya suara korban UN untuk memperbaiki kualitas pendidikna di negeri ini. Semoga!

2 komentar:

Listya_Gerakan Siswa Bersatu mengatakan...

Perjuangan yang tak kenal lelah yang dilakukan untuk memperjuangkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tinggi, tidak akan kami siakan. Sebagai siswa, yang menjadi objek langsung dari kebijakan ujian nasional ini, kami merasa banyak hak-hak kami yang diabaikan. Salah satunya penilaian kecerdasan dan penentuan kelulusan melalui Ujian nasional. Ujian nasional yang hanya ujian tertulis, tidak dapat dikatakan bisa menilai kecerdasan siswa. JELAS tidak bisa!!!

Yanti Kerlip mengatakan...

kita teriakkan bersama
JANGAN PILIH PEMIMPIN YANG MEMAKSAKAN UN
JANGAN PILIH PEMIMPIN YANG KORBANKAN HAK ANAK MESKI ATAS NAMA PENCAPAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN YANG BERTAHAP