Senin, 23 Juni 2008

jurnal advokasi korban UN di Bandung

1. Rapat Persiapan Konferensi pers (16 Juni 2008)

Dihadiri oleh Helmi dari PII serta Ova, Nur, dan Rijal dari KerLiP. Membicarakan alur konferensi pers, pembagian tugas, dan pengumpulan bahan. Alur konferensi pers yang direncanakan pertama adalah pembukaan, menyatakan maksud dan perkenalan. Kedua, membacakan pers rilis. Pers rilis dibacakan Zamzam. Setelah itu tanya jawab. Keseluruhan alur konferensi pers berfokus pada ekses negatif UN (pra, pelaksanaan, dan pasca), dan pembukaan pos pengaduan dan pendampingan bagi korban UN. Ova bertugas untuk menghubungi wartawan, Nur membuat pers rilis dan surat bagi perguruan tinggi, Helmi dan Rijal melakukan perbaikan terhadap rilis dan surat yang dibuat Nur.

2. Konfrensi Pers Selasa, 17 Juni 2008 di Gedung Indonesia Menggugat

Harusnya dimulai pk 12.00, tapi telat hingga Pk. 13.00. Kerusakan tiba-tiba komputer di rumah Nur mengakibatkan pers rilis belum selesai dibuat. Maka Pk. 05.30 (17/6) diputuskan bahwa pembuatan pers rilis dilimpahkan kepada Ova. Bahan-bahan yang telah dikumpulkan Nur akan segera dikirim ke email Ova pada Pk. 06.30. Bahan-bahan pembuatan terkirim ke email Ova Pk. 08.00. Secepatnya email segera dibuka dan segera menggunduh bahan-bahan yang dikirim Nur. Ova mengusahakan membuat rilis hingga Pk. 10.00 tetapi belum menghasilkan sesuatu, akhirnya Ova menghubungi Zamzam—menyerahkan pengerjaan pers rilis padanya. Ova ada UAS. Zamzam—mungkin dengan terpaksa—menerima. Ova mengirim bahan-bahan kepada Zamzam. Ova merasa tenang menuju ruang ujian. Setibanya di ruang ujian, ternyata telat.

Keadaan Ova pada waktu ujian seperti ini: tangan kanan memegang pulpen, ditangan kiri handphone. Sambil sesekali mengisi kertas jawaban, Ova mengetik sms, karena banyak yang harus didiskusikan dengan zamzam. Akhirnya ujian selesai, tapi ternyata Ova harus berdiskusi dengan teman kelompok. Di tengah-tengah diskusi Zamzam menelepon (saat itu Pk. 11.20), “Va, kayaknya rilis ga selesai deh, bahan-bahannya kurang euy…”. Bingung, panik, tapi memaksa untuk tenang Ova menjawab, “Ya udah Zam, saya aja yang ngerjain, atau kita sama-sama ngerjain yang selesai duluan langsung ke GIM”. Ova segera menulis rilis dengan laptop pinjaman. Menulis dalam keadaan tertekan, karena pak Iwan menelepon terus-menerus dan mengatakan “saya malu udah undang wartawan tapi kok belum ada yang datang”. Pak Iwan pada saat itu sedang di sekolah karena ada kegiatan Penerimaan Siswa Baru (PSB). Sebelumnya Ova sms Zamzam menyuruh dia untuk segera ke GIM dan langsung mulai konferensi pers, rilis biar Ova buat dan langsung di fotokopi. Akhirnya rilis selesai tapi saat itu sudah pukul 12.45. Setelah fotokopi Ova meluncur. Sesampainya di GIM konferensi sudah akan selesai, ternyata pak Iwan (yang tadinya tidak dapat hadir karena mengurus PSB) terpaksa menghadiri karena merasa tidak enak dengan wartawan.

Dihadiri oleh PII: Helmi, Feri; GSB: Aldi; KPKB: Pa Iwan (FAGI), Fridolin Berek (LAK), Ova Huzaefah (KerLiP), Zamzam Muzaki (KerLiP), Rijaludin (KerLiP). Pembicaraan mengarah kepada ekses negatif UN (pasca) dikuatkan dengan penelitian KPAI, juga pada pembukaan posko pengaduan UN bagi yang tidak lulus UN. Teman-teman yang tidak lulus UN tentu mengalami kesedihan, kebingungan serta kesulitan. Bingung dengan apa yang harus dilakukan, sedih karena tidak lulus UN, serta segudang kesulitan untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi—terlebih lagi teman-teman lulusan SMK. Selain itu dibahas akurasi dan kualitas penilaian yang tidak adil (kasus Agung yang tidak lulus). Maka kami menuntut pemerintah agar menyerahkan evaluasi belajar kepada pendidik, dan menghimbau masyarakat untuk menggunakan layanan yang kami berikan, serta menghimbau perguruan tinggi agar mau menerima lulusan UNPK.

Press Release

UN KORBANKAN HAK ANAK, ADUKAN SEGERA!!!

UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 58 ayat 1 dengan tegas menyatakan bahwa “evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh Pendidik……”. Dengan dilaksanakannya UN dan UASBN tahun 2008 yang diikuti sekitar 2.26 juta siswa, lagi-lagi pemerintah inkonsisten dalam melaksanakan UU, pemerintah melanggar UU sisdiknas no 20 tahun 2003. Dengan dilaksanakannya UN dan UASBN tahun ini, makin banyak lagi korban UN yang berjatuhan. Kita patut bangga dengan sikap Amril saat wawancara on air di TV One tanggal 15 Juni  kemarin. Dia adalah satu dari anak-anak yang kembali dikorbankan oleh kebijakan UN. Tiga tahun belajar dan meraih prestasi tinggi di berbagai bidang sirna akibat nilai UN Kimia dibawah standar. Amril tak pantang menyerah, dia tetap berjuang untuk melanjutkan ke PT yang diidam-idamkan. Tekad kuatnya untuk menjadi Presiden dan memperbaiki sistem pendidikan nasional perlu kita dukung. Kontras sekali dengan paparan anggota BSNP yang bersikukuh menjalankan standar nasional pendidikan secara bertahap tanpa memedulikan anak-anak yang terus menerus dikorbankan. Diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan KPAI terhadap pelaksanaan UN/UASBN yang menegaskan bahwa UN dan UASBN sejatinya melanggar Hak Anak. 
            
Gugatan Citizen Law Suit terhadap pemerintah dalam hal ini tergugat Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas dan Ketua BPSNP telah dilakukan sejak tahun 2006. Walaupun dalam amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah dikuatkan dengan Pengadilan Tinggi Jakarta telah memenangkan penggugat (warga negara), tetapi tahun pemerintah tetap saja melaksanakan Ujian Nasional yang bebal dengan mengajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung. Proses kasasi gugatan warga negara yang diwakili korban UN 2006 baru berjalan. Anak-anak tidak boleh dikorbankan atas nama kebijakan pencapaian standar nasional pendidikan secara bertahap. Hasil advokasi korban UN 2006 baru sampai pada eligibilitas ijazah paket A, B, dan C. Meskipun pahit rasanya, karena saat ini baru sampai disini kita perjuangkan hak anak untuk mengembangkan diri melalui pendidikan yang lebih tinggi, kami menggali berbagai sumber penguat. Peserta ujian yang tidak lulus bisa mengikuti ujian kesetaraan paket C yang diselenggarakan pada tanggal 24-27 Juni mendatang. Hari ini masih banyak anak-anak korban UN yang dipaksa pindah jalur ke Paket A, B dan C agar dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.
Untuk itu kami menuntut kepada pemerintah harus mencabut pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut masalah UN/UASBN. Kembalikan Hak Evaluasi kepada pendidik.
Untuk menanggulangi permasalahan di kalangan siswa, KPKB dalam hal ini KerliP dan PII akan melakukan beberap upaya sbb; Membuka layanan pengaduan sms ke Nur Afiatin 085221603650 atau Ferri 08562259490 atas nama KeLiP dan PII; Kami membuka proses dampingan untuk korban UN; Kami akan melakukan sosialisasi edaran Permendiknas Nomor  107/MPN/MS/2006 tanggal 23 Juni 2006 tentang program kesetaraan ke semua Universitas mulai besok. 
Oleh karena itu, kami menghimbau kepada Korban dan masyarakat untuk memanfaatkan akses yang diberikan KPKB dan PII, dan menghimbau ke Universitas untuk menerima lulusan yang menggunakan ijazah Paket C.
Bandung, 17 Juni 2008 

3. Rapat Koordinasi dengan relawan, PII, ketemu anak yang tidak lulus (Sedang Dibuat jurnalnya)

4. Pendampingan ke UIN (Belum ada/Teh Nur Yang Buat karena beliau yang mendampingi))

5. On-air di RRI (Sedang dibuat)

6. Penyebaran surat (Ke 8 Perguruan Tinggi)

Tidak ada komentar: