Kamis, 19 Juni 2008

lembaga evaluasi mandiri

LEMBAGA EVALUASI MANDIRI

HENTIKAN AROGANSI BSNP

Adalah hak peserta didik untuk pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara seperti yang diatur dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 ayat (1) butir e. Salah satu definisi hak dalam Kamus besar Bahasa Indonesia adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb). Sedangkan pengertian jalur pendidikan menurut UU Sisdiknas pasal 1 ayat 7 adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada kenyataannya anak-anak yang menjadi korban Ujian Nasional terpaksa pindah jalur karena tidak memiliki kekuasaan untuk berbuat sesuatu yang lain. Kekuasaan ada di tangan BSNP yang dengan mudah membuat pernyataan kemudian menariknya kembali atas penafsiran masing-masing terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pernyataan Ketua BSNP Djemari Mardapi di Kompas tanggal 11 Juni 2008 bahwa dalam Permendiknas Nomor 15 Tahun 2008 Pasal 3 antara lain disebutkan, UNPK dapat diikuti peserta didik yang pindah jalur dari pendidikan formal ke pendidikan nonformal kesetaraan. Sehari sebelumnya, Kordinator UNPK BNSP M. Yunan Yusuf menyatakan bahwa kebijakan pelarangan UNPK untuk siswa SMK merupakan ketentuan yang diatur dalam PP nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam hitungan jam keluar dua pernyataan yang berbeda yang mengusik rasa keadilan warga negara khususnya anak-anak SMK. Arogansi kekuasaan ini telah mengabaikan prinsip penyelenggaraan pendidikan yang diatur dalam UU Sisdiknas pasal 4 (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, (4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. BSNP memberikan keteladanan salah dalam menggunakan kekuasaan yang diatur dalam PP no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pemenuhan hak asasi manusia terutama hak atas pendidikan dan perlindungan hak-hak anak makin terabaikan.

BSNP menutup mata dari trauma yang dialami anak-anak yang terpaksa mengikuti Paket C seperti yang diutarakan Kristiono tentang anaknya yang terpaksa berganti ijazah PKBM padahal tidak pernah menjalani proses pendidikan pada jalur pendidikan tersebut untuk mengembangkan potensi diri (Kompas, 10/6/2006). Pasal 61 UU Sisdiknas menyebutkan bahwa ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Wewenang satuan pendidikan terakreditasi dalam menetapkan kelulusan diatur dalam PP no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 72 ayat (2) Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Fakta yang disodorkan oleh pihak pemerintah saat menghadirkan manajemen sekolah yang berani menetapkan anak tidak lulus dari sekolah tersebut meskipun dinyatakan lulus Ujian Nasional tahun 2006 lalu dalam persidangan gugatan warga negara yang mewakili korban UN 2006 di PN Jakarta Pusat membuktikan bahwa sekolah memiliki kewenangan penuh dalam mengeluarkan ijazah dan menetapkan kelulusan peserta didik. Sungguh bijaksana jika satuan pendidikan terakreditasi seperti SMK kembali menjalankan wewenangnya dalam menetapkan kelulusan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan seluruh aspek perkembangan minat, bakat dan kemampuan peserta didik.

Lembaga Evaluasi mandiri

Evaluasi pendidikan bukan kewenangan BSNP semata. Pembentukan Lembaga Evaluasi Mandiri ini diatur dalam Pasal 59 ayat (2) UU Sisdiknas: Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58. Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan memperjelas kedudukan lembaga evaluasi mandiri dalam Pasal 84 (1)Evaluasi dapat dilakukan oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat (2)Evaluasi sebagai dimaksud pada ayat (1) secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik (3)Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menentukan pencapaian standar nasional pendidikan oleh peserta didik, program, dan/atau satuan pendidikan (4)Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan secara mandiri, independen, obyektif, dan profesional. Pasal 85 (1) Untuk mengukur dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan oleh peserta didik, program dan/atau satuan pendidikan, masyarakat dapat membentuk lembaga evaluasi mandiri; (2)Kelompok masyarakat yang dapat membentuk lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kelompok masyarakat yang memiliki kompetensi untuk melakukan evaluasi secara profesional, independen dan mandiri serta penjelasan pasal 85 Ayat (2) Contoh dari kelompok masyarakat yang memiliki kompetensi tersebut adalah organisasi profesi berbadan hukum yang diakui oleh Pemerintah.

Menurut UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 13 Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Selain mengembangkan profesionalitas guru, organisasi profesi guru mempunyai kewenangan untuk memajukan pendidikan nasional seperti yang disebutkan pada pasal 42. Lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi guru bukan hanya dapat menghentikan arogansi BSNP tapi juga menjalankan evaluasi bukan untuk mengambil alih wewenang satuan pendidikan terakreditas dalam menetapkan kelulusan tapi menjalankan evaluasi sebagaimana yang diatur dalam UU Sisidiknas Pasal 58 (1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. (2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Guru bersatu demi kepentingan terbaik anak takkan bisa dikalahkan. Hidup Guru!


Tidak ada komentar: