Asyik juga ya...menemani anak2 untuk belajar bersama mengenai kerentanan, ancaman dan kapasitas masing-masing dan sekolahnya.
Mereka merumuskan sendiri pengertian istilah bencana sebagai peristiwa yang menimbulkan kerusakan dan kehilangan nyawa.
Istilah risiko bencana direkonstruksi setelah mengambil pembelajaran dari diskusi terfokus untuk menyusun sejarah bencana di sekolah dan desa tempat tinggal masing-masing.
Mulai dengan mengingat lokasi, kejadian, penyebab, dampak dan coping mechanism selama bencana terjadi.
Metode kafe ilmu dengan pembelajaran yg diawali dg kata seharusnya ada... (Untuk setiap jawaban 5W+1H tiap kelompok) sangat membantu proses participatory learning untuk hal yang masih asing seperti istilah Pengurangan Risiko Bencana ini.
Alhamdulillah GSB dari 3 forum anak direncanakan untuk dibentuk mengikuti buku dari IDEP. Pada tahap ini narasumber kembali belajar bersama anak-anak dibantu fasilitator mengenai kehilangan dan kerusakan sampai menemukan bersama bahwa sekolah dipandang sebagai tempat yang paling aman untuk pengungsian selain tempat ibadah dan balai desa.
Tantangan berikutnya adalah, Amankah sekolahku?
Panduan Rehabilitasi Teknis Sekolah Aman dalam DAK Pendidikan yg dihasilkan BNPB dengan Tim Teknis Sekolah Aman dikaji bersama dengan praktek pengisian di tempat belajar.
Ada banyak istilah baru yang mendorong anak-anak untuk langsung mempraktekkan penilaian kerentanan sekolah ini dengan dampingan fasilitator dan menyusun peta risiko bencana dari hasil temuan mereka.
Buku IDEP dan panduan penilaian kerentanan sekolah menjadi rujukan CACT kerentanan sekolah.
Tahap berikutnya adalah memahami format contingency plan. Ferinda dibantu Vivi menjelaskan tahap kegiatan dalam slide siklus bencana yang sudah disiapkan narasumber.
Proses ini dilengkapi oleh narasumber dengan mengajak anak-anak menilai situasi kekinian. Pra bencana, bencana dan pasca bencana menjadi istilah baru yang kemudian dipelajari bersama dengan mengkaji buku IDEP.
Kelompok Gunung Agung yang sudah membentuk Pokja diminta untuk menjelaskan hasil kajian mereka sesuai dengan posisi masing-masing anak dalam regu KMPB.
Peta lokasi sekolah dengan pernak-pernik yg mereka temukan sudah siap dipresentasikan. Dari paparan mereka, terlihat bahwa anak-anak masih kesulitan untuk memvisualisasikan temuan dalam bentuk maket yg diharapkan.
Narasumber kembali mengajak anak-anak untuk menemukan pengertian kerentanan, ancaman dan kapasitas dilengkapi dengan temuan baru terkait sumber daya yang terkena dampak saat bencana terjadi.
Fasilitator menemani anak-anak untuk mengelompokan sumber daya tersebut sebagai berikut : manusia, alam dan lingkungan, infrastruktur, finansial, sosial budaya dan kebijakan.
Pada tahap ini fasilitator sepakat untuk kembali mendampingi anak-anak untuk menelusuri daerah rawan bencana dari sekolah dan sanggar anak tempat mereka belajar.
Temuan di lapangan lengkap dengan profil sekolah dan monografi desa menjadi bahan untuk membuat sketsa peta risiko bencana.
Sketsa ini dipresentasikan dan dibahas bersama fasilitator untuk menetapkan rencana trans sector untuk pemetaan wilayah dan stakeholder utama sekolah dan desa.
Daerah yang sering terkena banjir menjadi tempat pertama yang dikunjungi bersama perangkat desa di desa Donomulyo
Diskusi mengenai lokasi, dampak dan faktor penyebab banjir langsung dilaksanakan di tempat.
Fasilitator menemani anak-anak untuk mengklarifikasi pernyataan dari pamong desa dan mendiskusikan rencana tindak lanjut dengan narasumber.
Narasumber bersama anak-anak langsung meninjau lokasi yang paling parah dan mewawancarai penduduk di lokasi terparah.
Ternyata penduduk yg terkena dampak adalah salah satu dari tiga satgas PB yg pernah dilatih satkorlak tahun 2006 lalu.
Fakta ini membantu narasumber bersama anak untuk menggali lebih dalam mengenai kejadian bencana dan kemungkinan sinergi PB di desa tersebut.
Anak-anak memutuskan untuk mengajak narasumber dan fasilitator, komite sekolah dan pamong desa ke sekolah. Hasil Penilaian kerentanan sekolah menjadi bahan kajian di lapangan. Beberapa temuan terkait penggunaan asbes dst menjadi bahan untuk kajian panduan penilaian lebih lanjut.
Narasumber kemudian mengajak komite sekolah dan anak-anak GSB untuk membaca satu per satu penilaian kerentanan sekolah tersebut di sanggar anak.
Disepakati untuk menuliskan rencana tindakan dalam kolom keterangan. Dan komite sekolah pun akhirnya sepakat untuk melibatkan anak dalam penyusunan Rencana Aksi Menuju Sekolah Aman. Hal ini sejalan dengan rencana rehabilitasi dan retrofitting yang sudah disepakati komite sekolah dengan KBA Lampung dan Childfund. Sekolah ini memang sudah diputuskan menjadi contoh sekolah ramah anak di Lampung Timur.
Narasumber mengklarifikasi kemungkinan penyusunan Rencana Aksi Menuju Sekolah Aman kepada kordinator KBA Lampung dan Childfund.
Direncanakan untuk memperbaiki rencana kerja Sekolah Ramah Anak dengan mengintegrasikan Panduan Sekolah Aman didalamnya. Narasumber bersepakat untuk mengajak konsultan penilai aset pada kegiatan monev yang akan dilaksanakan setelah anak-anak ulangan umum.
Anak-anak yg sudah menyusun struktur organisasi pokja sepakat untuk membuat bagan, tabel kontak internal, rincian kerja dan kontak external. Peta risiko bencana di sekolah dan desa pun sepakat disusun berdasarkan temuan bersama di lapangan. Dampak bencana terhadap keenam sumber daya ini menjadi alat untuk menilai dan melengkapi peta awal. Disepakati kemudian untuk merevisi peta lokasi sekolah menjadi peta risiko bencana di sekolah dan desa.
Sketsa revisi akan kembali dipresentasikan untuk mendapat masukan dari komite sekolah dan perangkat desa.
Narasumber diminta untuk menjelaskan tentang hubungan GSB dengan sekolah aman. Bahan presentasi yg disusun dan disampaikan Pak Iwan (WB) dan Pak Ardito (UNESCO) ditunjukkan untuk menyamakan persepsi awal sebelum kembali melihat definisi sekolah aman.
Diskusi berjalan dengan baik terkait pentingnya berikrar aman dan dalam posisi mana GSB ini. Ternyata apa yg dilaksanakan GSB sudah pada tahap sebagai JUARA terkait dengan upaya pengadaan tas siaga bencana dan bank PB yg mereka rencanakan juga komitmen untuk penilaian menyeluruh melibatkan ahli bangunan dan rencana retrofitting.
Besok, anak-anak yg hebat ini akan kembali melaksanakan cross learning dg GSB dari desa lain. Sketsa peta risiko bencana dan struktur pokja, kontak internal dan external, monografi desa dan profil sekolah lengkap dengan berkas rencana kontingensi akan mereka lengkapi bersama di Gunung Agung.
Oh ya, sebelum ditutup, anak-anak GSB meminta narasumber untuk mendampingi pengisian rencana kontingensi terutama dalam menetapkan kategori bencana.
Alhamdulillah, pada tahap ini aktivitas pokja GSB forum anak Donomulyo meyakinkan narasumber bahwa proses belajar singkat, padat, partisipatif dan kontekstual membantu memperkuat komitmen untuk menjaga keberlangsungan proses dengan memperluas dampak hasil belajar bersama masyarakat.
Mudah-mudahan akan segera tumbuh kembang mandiri sebuah gerakan kebangsaan pada usia anak melalui pelembagaan Gerakan Siswa Bersatu bangun budaya aman di sekolah dan komunitas.
Insya Allah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar