Senin, 06 Juni 2011

PENDAMPINGAN IBU-IBU DAGO JATI

Pendampingan ibu-ibu di Dago jati telah memasuki minggu ke-5. Pertemuan kali ini dihadiri oleh Ibu Fatma dan Ibu Kokom. Obrolan dibuka dengan menanyakan kabar Bu Nia.
“Bu Nia nya kemana?” Tanya kami. Mereka menjawab: “Bu Nia masih bekerja di tempat kemarin.”
Lalu tanpa kami minta, mereka pun menceritakan kondisi Bu Nia yang masih dalam keadaan barkabung, belum bisa menerima kenyataan dengan kepergian suaminya. Bahkan hampir tiap hari mendatangi makam suaminya bersama anaknya yang masih berusia 4 tahun, Bu Nia menangis setiap mendatangi makam suaminya, sambil berkata kalau dia ingin ikut mati juga.
Lalu kami bilang: “ ya…mungkin Bu Nia masih butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan dengan kepergian suaminya dan beradaptasi dengan kesendiriannya dan juga beradaptasi dengan perannya sebagai ibu sekaligus bapak untuk anak-anaknya. Ya….pasti berat buat Bu Nia, tapi ini pasti hanya sementara, nanti juga pasti dia tidak begitu lagi, semuanya butuh waktu dan proses, walaupun memang setiap orang berbeda-beda, ada yang cepat ada yang agak lama. Sebaiknya dibantu aja Bu Nia melewati masa ini, biarkan dia curhat dan kalau bisa bawa dia sekali-sekali jalan-jalan.”

Lalu Bu Fatma menjawab: “Kemarin juga sempet dibawa jalan-jalan, tapi dia tetap aja sedih dan menangis”.
Kami jawab: “..ya…nggak apa-apa, sabar aja, hanya butuh waktu, cuma kalau bisa bila Bu Nia ke makam lagi anaknya nggak usah dibawa, karena takut berpengaruh kepada jiwa anaknya bila terlalu sering melihat ibunya menangis.”
Setelah obrolan itu selesai, obrolan dilanjutkan dengan menanyakan beberapa informasi mengenai siapa saja orang-orang yang dapat dihubungi bila ingin mengetahui informasi mengenai Posyandu, PKK dan siapa RT serta RW nya. Berdasarkan informasi mereka diperoleh Ibu Posyandunya bernama Ibu Susi, Ibu PKK, dan RT nya mereka tidak tahu, karena mereka pun masih baru tinggal di Dago Jati, baru sekitar 3 bulanan.
Kemudian Ibu Kokom pun mulai mengeluarkan unek-uneknya mengenai Posyandu. Dia bilang: ” …..saya nggak rutin ikut Posyandu karena tidak pernah diumumkan kapan ada Posyandu dan tidak pernah diajak. Tetapi iuran untuk Posyandu tetap diminta setiap bulannya Rp.1000. Selama ini dia baru 3 X saja ikut Posyandu.
Kemudian obrolan pun berlanjut membahas bahan obrolan minggu lalu mengenai, “Apa yang menurut ibu sudah benar ibu lakukan dalam mengasuh anak.” Dan kami pun membagikan referensi, untuk dibaca dan dibahas bersama.

Bahasan pertama, mengenai bagaimana mengatasi anak yang suka berbohong.
Dan kami membacakan inti pentingnya saja untuk mereka, berdasarkan referensi. Tips menghadapi anak yang suka berbohong, yaitu: “Ajarkan nilai-nilai moral yang berlaku di lingkungan melalui cerita pendek yang dapat dengan mudah dipahami dan diingat oleh anak Anda.” Melalui cara mendongeng ini juga kami memperkenalkan 20 menit yang memukau, yaitu mendongeng untuk anak usia dini yang dilakukan selama 20 menit tanpa gangguan tv, telepon, dll. Kami berikan juga contoh dongeng untuk anak yang suka berbohong. Berikut contoh dongeng yang kami kasih:
Suatu hari… Ada seorang anak bernama Badu. Ia suka berbohong. Akibat ia terbiasa berbohong sejak kecil, tidak ada teman-teman yang mau bermain dengan Badu. Karena terbiasa berbohong, maka sampai besar ia suka berbohong. Sampai ketika suatu waktu Badu membohongi seseorang Ibu, yang lalu Ibu ini melaporkan badu kepada polisi. Polisi lalu menangkap Badu, dan Badu dibawa oleh polisi ke dalam penjara. Karena Badu masuk penjara, ayah dan ibunya bersedih. Karena terus menerus bersedih, ia jadi sakit dan dirawat di RS.
Badu punya teman sejak kecil bernama Iman. Beda dengan Badu, Iman anaknya baik, tidak suka berbohong. Walaupun salah, ia tidak berbohong. Karena tidak suka bohong, teman-teman, Bu Guru, saudara-saudara, semua senang dengan Iman. Ketika sudah besar, karena tidak suka berbohong, orang jadi percaya kepada Iman. Iman jadi mudah mencari uang. Karena Iman punya uang, Ayah Ibunya yang sudah tua, kalau sakit, bisa dibelikan obat oleh Iman.

Bahasan kedua, mengenai bagaimana mengatasi anak yang suka mencuri.
Mencuri di kalangan anak-anak balita sering terjadi. Ini disebabkan karena mereka belum mempunyai konsep kemilikan. Anak-anak belum mempunyai batas yang tegas antara milik sendiri dan milik orang lain. Bila mereka melihat sesuatu yang disukainya, mereka akan mengambilnya. Bagi mereka seolah berlaku prinsip: “Aku lihat, aku suka, aku mau, aku ambil. Bagi anak kecil pengertian seperti kemilikan atau hak milik adalah sesuatu yang samar-samar. Misalnya saja, pada usia tiga tahunan lebih anak mulai menggunakan kata-kata “.. .ku” atau “.. .mu” dan itu pun mungkin masih dua-tiga tahun lagi digunakan, sedangkan maksudnya tetap masih belum jelas. Untuk itulah perlu satu cara pendekatan yang manis dan akrab untuk mengubah sifat anak yang suka mencuri itu. Dan bila ternyata cara yang akrab itu tidak dicapai, maka buyarlah harapan-harapan anak, dan orang tua bertindak kasar serta mematahkan jiwa anak. Sebaiknya mulai dikenalkan mana barang milik kita dan mana barang milik orang lain, dan kalau kita menginginkan barang orang lain harus minta ijin dulu untuk meminjamnya.

Bahasan ketiga, mengajari etika sejak dini pada anak agar anak santun dalam berbicara:
1.Ucapan Terima Kasih
Biasakan orang tua juga ucapkan terima kasih kepada anak bila anak telah membantu, misalnya. Maka anak akan meniru, jika anak masih sungkan untuk mengucapkan terima kasih kepada orang lain, maka orang tua jangan segan untuk mengucapkan terima kasih atas nama anak. Jika ucapan terima kasih berkali-kali didengarnya, anakpun belajar etika berterima kasih.

2. Ucapan Tolong
Biasakan anak mengucapkan kata “Tolong” saat meminta bantuan orang lain. Misalnya saat minta diambilkan mainan dll. Jangan memaksa dalam mengajarkannya,
lebih baik orang tua yang mencontohkan langsung, ketika ibu minta tolong anak untuk
mengambilkan bunga misalnya, dengan berkata:”bisa tolong ibu ambilkan bunga…?”

3. Ucapan Maaf
Mengajarkan kata “maaf” ini pun dapat dimulai dari orang tua. Misalnya saat orang tua tidak sengaja menginjak mainan anak maka jangan segan mengucapkan kata “Maaf” dengan demikian anak akan tahu bahwa dia harus mengucapkan maaf bila berbuat salah.

4. Ucapan Permisi
Mengajarkan pada anak apabila kita lewat di depan orang lain, atau mau masuk kamar orang lain harus minta ijin dulu dengan mengucapkan “permisi”.

Kami pun berbagi tentang apapun yang kita inginkan atau kita harapkan dari anak kita, misalkan: kita menginginkan anak yang baik, yang jujur, yang beretika, cara yang paling efektif adalah mulai dari orang tua yang harus melakukannya di depan anak. sebab orang tua adalah model yang utama buat anak. Maka orang tua harus menjadi model yang baik buat anak.
Sementara saya ngobrol dengan ibu-ibu, anaknya Bu Fatma yang berusia 3 tahun bermain mewarnai bersama Kak Puput dan temannya. Tetapi nampaknya anak Bu Fatma kurang tertarik untuk mewarnai gambar, dia lebih suka mencoret-coretkan pensil di atas kertas. Terlihat dia sudah bisa memegang pencil dengan baik dan mencoretkannya di atas kertas menurut imajinasinya sendiri.
Lalu kami bertanya: …”apa ibu sering mengajak anak ibu bercerita, bermain seperti ini, menulis, menggambar atau mewarnai? ”
Bu Fatma bercerita, dia kurang meluangkan waktu berdua untuk mendongeng ataupun untuk bermain menggambar atau mewarnai. Hal ini karena Bu Fatma sudah terlalu sibuk memikirkan ekonomi keluarganya, sehingga waktu dan pikirannya habis untuk memikirkan ekonomi keluarga dan juga masalah rumah tangga dengan suaminya. Anaknya lebih sering dibawa suaminya bekerja sebagai tukang service hp, sehingga anaknya pun lebih tertarik dan lebih mengerti dengan hal-hal yang berhubungan dengan hp. Seperti: kartu hp, dia tau bahwa kartu itu untuk hp.
Cerita Bu Fatma yang sangat mengejutkan kami semua, mengenai kebiasaan anaknya bermain dengan pisau, pernah anaknya mengarahkan pisau ke leher ibunya ketika ibunya sedang tidur. Lalu kami bertanya:…” tau darimana anak ibu melakukan itu??......Lalu Ibu Fatma menjawab:…” mungkin karena sering ikut kakak-kakaknya nonton film pembunuhan, vampire, dll. Maka kami pun bilang:…”.kalau kakak-kakaknya sedang nonton vcd seperti itu diusahakan sekali agar anak ibu jangan sampai ikut….sebab kalau dibiarkan bahkan sering, dikhawatirkan akan tertanam dan menjadi karakter…”
Sementara Bu Kokom masih menyempatkan waktunya untuk mengajari anaknya yang sudah berusia 5 tahun, dengan mengenalkan huruf-huruf. Dan hubungan Bu Kokom dengan suaminya pun sudah mulai membaik.
Untuk Bu Fatma kami sharing agar mulai meluangkan waktunya untuk lebih sering bersama anaknya walau hanya 20 menit atau kalau belum bisa 10 menit dulu untuk mendongeng, atau bermain yang bersifat stimulasi tumbuh kembang. Kami sharing juga bahwa untuk melakukan stimulasi pendidikan tidak perlu terlalu bergantung kepada sekolah, pendidikan bisa dimulai dari keluarga dengan memanfaatkan barang-barang yang ada di rumah saja.
Lalu kami beri contoh dengan bunga, karena kebetulan Bu Fatma jualan bunga jadi banyak bunga di rumahnya. Kami contohkan lewat bunga yang ada di rumah ibu Fatma, bahwa dengan bunga yang ada di rumah, Ibu bisa mengenalkan warna kepada anak, dengan mengajak anak bermain dan mengenalkan “…bunga ini warnanya merah dan yang ini warnanya putih dst,….. lalu bisa sama-sama menghitung bunganya ada berapa banyak. Kami bilang juga jangan bertanya dulu atau melakukan test kepada anak sebelum kita mengenalkannya.
Tetapi karena Bu Fatma merasa tidak ada waktu di rumah untuk melakukan itu semua, maka kami bilang, bahwa sambil jualan pun bisa.
Misalnya: ……dengan berkata di depan anak…”wah…Allhamdulillah....kakak tadi beli bunga 2 ikat yang berwarna merah ya…nak…,” dengan sering-sering begitu anak lama-lama akan tau dengan sendirinya mengenai warna dan jumlah.
Sementara kepada Bu Kokom kami bilang…” apa yang ibu lakukan kepada anak dengan mulai mengenalkan huruf, sudah bagus. Hanya saja sebaiknya jangan terlalu memaksa agar anak bisa sampai membaca, takutnya nanti anak malah menjadi jenuh, usahakan suasana yang dirasakan anak adalah bermain, (padahal secara tidak langsung sedang belajar)”
Melihat kondisi ibu-ibu ini dan dari cerita mereka yang waktu dan pikirannya sudah terlalu tersita dengan memikirkan kesulitan ekonomi, sudah terlalu tegang memikirkan kelanjutan hidup, sehingga tidak terpikir lagi untuk menyempatkan waktu bermain, bercerita dengan anaknya, apalagi untuk berpikir kreatif memanfaatkan sarana yang ada di rumah, di lingkungan sekitar sebagai sarana untuk bermain sambil belajar dengan anak-anaknya. Nampak ibu-ibu sendiri pun sudah mulai merasa jenuh dengan kondisinya. Mereka bilang butuh refreshing, tetapi untuk refreshing tetap saja harus keluar biaya, lalu mereka pun teringat dan bercerita bahwa Bu Yanti pernah menjanjikan mau mengajak mereka jalan-jalan ke Care Free Day (maaf kalau salah tulis). Lalu kami bilang:”….Oh..ya…??....nanti ya….kami harus tanya Bu Yanti dulu…untuk kelanjutannya…” (…he..he…mohon maaf Bu Yanti……kami hanya menyampaikan suara ibu-ibu…Dago Jati...he…he....)
Demikian narasi pendampingan ibu-ibu di Dago Jati pada Minggu ke-5. Jalan panjang masih sangat terbentang, masih banyak langkah yang harus kami lalui.

Ditulis oleh : Fira Naya











1 komentar:

Yanti Kerlip mengatakan...

Iya ya...kita mulai minggu depan...ceritanya sih tiap pukul 7 pagi janjian di kanayakan terus jalan bareng di car free day
Insya Allah minggu depan mulai dijadwalkan ya...