Rabu, 01 Juni 2011

Catatan dari Dialog Publik “Mengembalikan Kedaulatan Pendidikan Nasional Indonesia”

Dialog Publik “Mengembalikan Kedaulatan Pendidikan Nasional Indonesia” diselenggarakan oleh E-Net for Justice Indonesia, pada hari Selasa, 31 Mei 2011 pukul 13.00-17.00 WIB di Hotel Cemara, Jl. Wahid Hasyin No. 69 Menteng, Jakarta Pusat.
Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa undangan dari:
1). Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (KAPAL Perempuan)
2). International NGO Forum for Indonesian Development (INFID)
3). Migrant CARE
4). Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK)
5). Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
6). Sekitar Kita
7). Yayasan ISCO
8). Rindang Banua
9). Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan (KerLiP)
10). Rumpun Gema Perempuan
11). Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Marjinal (LAPAM)
12). Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF)
13). Gerbong Rakyat,dll

Adapun yang menjadi narasumber pada acara ini adalah:
1). Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph. D, Wakil Menteri Pendidikan Nasional
2). Ir. Hetifah Sj. Siswana, MPP, Ph.D, Anggota Komisi X DPR RI
3). Prof. Ahmad Erani Yustika, Ekonom - Guru Besar Universitas Brawijaya
4). St. Sunardi, Dosen Universitas Sanata Dharma

Tema “Mengembalikan Kedaulatan Pendidikan Nasional Indonesia” ini diangkat sebagai salah satu upaya untuk melihat kembali secara kritis situasi pendidikan Indonesia dan praktik-praktik privatisasi yang berlaku di dalamnya, dan untuk merumuskan arahan penyelenggaraan Pendidikan yang berdaulat dan berdasarkan Hak Asasi Manusia di Indonesia. dengan rumusan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:
1). Memperluas ruang dialog kritis antara Pemerintah dengan berbagai kelompok masyarakat mengenai isu Privatisasi Pendidikan
2). Menyebarluaskan kajian dan analisis E-Net for Justice tentang Privatisasi Pendidikan
3). Merumuskan arahan untuk penyelenggaraan Pendidikan yang berdaulat dan berdasarkan Hak Asasi Manusia


Sekilas pandang hasil kajian dan analisis E-Net for Justice tentang Privatisasi Pendidikan di Indonesia

Privatisasi pendidikan sebagai upaya pengalihan tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan dari Pemerintah kepada masyarakat dan pasar adalah fakta yang tak terbantahkan saat ini. Hampir seluruh produk hukum yang mengatur pendidikan di Indonesia, mulai dari Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berbagai peraturan dibawahnya membenarkan pengalihan tanggungjawab tersebut. Akibatnya biaya pendidikan yang dibebankan kepada masyarakat semakin tinggi, akses masyarakat – terutama kelompok marginal – rendah, dan kualitas pendidikan hanya mengacu pada kebutuhan pasar. Hal ini jelas bertentangan dengan amanat konstitusi dan mengingkari kesepakatan Internasional terkait pendidikan yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia. Dan dengan demikian mengancam pemenuhan hak rakyat atas pendidikan.
Pemerintah Indonesia telah melakukan penyesuaian struktural yang merupakan prasyarat hutang luar negeri yang mencakup desentralisasi penyelenggaraan pendidikan, pemungutan biaya pendidikan, pembagian tanggungjawab pendanaan pendidikan dengan masyarakat, spesialisasi pendidikan dan standarisasi hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan pasar. Penyesuaian ini kemudian diatur dalam berbagai bentuk perundangan, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) tentang perubahan status empat perguruan tinggi negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) tahun 2000, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 44 tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan Peraturan Presiden No. 76 dan 77 tahun 2007 yang memperbolehkan modal asing berinvestasi di bidang pendidikan maksimal 49%.
Peraturan perundangan tersebut menaungi berbagai program dan kebijakan penganggaran pendidikan yang menyebabkan rendahnya akses masyarakat pada pendidikan. Beberapa diantaranya adalah Manajemen Berbasis Sekolah, dimasukannya gaji pendidik dan tenaga kependidikan dalam 20% anggaran pendidikan, pengurangan subsidi bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi, diversifikasi sistem penerimaan mahasiswa yang lebih menonjolkan kemampuan keuangan di Perguruan Tinggi, dibukanya sekolah Rintisan Sekolah Berstandar Internasional dan Sekolah Berstandar Internasional, sertifikasi tenaga kependidikan, guru kontrak, dan pengesahan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan yang akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan gugatan dari masyarakat sipil.
Penerapan berbagai program dan kebijakan tersebut menyebabkan capaian pendidikan Indonesia mandeg, bahkan cenderung menurun. Indeks Pencapaian Pendidikan untuk Semua (Education for All Development Index) Indonesia menunjukan angka fluktuatif dan cenderung menurun. Tahun 2004 Indonesia termasuk negara dengan capaian menengah dan menempati urutan ke 58 dari seluruh negara dan terus merosot sampai urutan ke 69 pada tahun 2008[1]. Kementerian Pendidikan Nasional mencatat ada 1.585.708 anak usia sekolah yang hanya dapat menikmati Pendidikan Dasar dan 46,8% diantaranya putus sekolah[2]; ada 50.9% anak yang dapat mencapai Pendidikan Menengah dan 17.25% yang mencapai Pendidikan Tinggi. Dan terkait keaksaraan, UNESCO mencatat masih ada 12.864.000 orang berusia di atas 15 tahun yang buta huruf, 70% diantaranya perempuan dan 10,78%-nya berusia 15-24 tahun[3].

Hasil analisis terkait Privatisasi Pendidikan
PETA PENDIDIKAN INDONESIA

1). Partisipasi Sekolah
Ada peningkatan yang cukup signifikan terkait pratisipasi sekolah dari tingkat pendidikan yang paling dasar sampai di
tingkat paling tinggi
2). Kualitas Penduduk yang melek huruf
Terdapat peningkatan/ perbaikan akan tetapi masih terdapat diskriminasi terkait gender
3). Angkatan Kerja
Terjadi peningkatan akan tetapi relatif berjalan lamban

PERANGKAP PENDIDIKAN
1). Intervensi Birokrasi
2). Liberalisasi dan Privatisasi Pendidikan
3). Proyek "Internalisasi"

PROBLEM PENDIDIKAN NASIONAL
1). Kualitas pendidikan di Indonesia masih relatif rendah
2). Terdapat kesenjangan terkait infrastruktur sekolah
3). Akses Pendidikan
Belum ada study terkait upaya yang konfrehensif tentang aksesibilitas pendidikan

PRIVATISASI PENDIDIKAN
1). Masalah akses makin mengemuka
Isu yang berkembang " siapa yang mempunyai daya beli dia yang bisa mengakses pendidikan "
2). Dengan adanya privatisasi pendidikan identitas karakter bangsa secara perlahan menjadi hilang
3). Adanya disorientasi kebijakan negara
- Kebijakan Politik
- Kebijakan Ekonomi
- Kebijakan Hukum, dll

Upaya yang Bisa dilakukan Terkait Masalah Privatisasi Pendidikan di Indonesia
1). Mendorong RAPBN 2012 agar tetap dapat memenuhi amanat UUD 1945
2). Mendorong penyediaan anggran pendidikan yang lebih menjamin ketersediaan dana bagi pendidikan gratis dan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh warga negara.
3). Mendorong keterbukaan informasi publik terkait dengan kebijakan program dan anggaran pendidikan melalui berbagai saluran komunikasi.
4). Meningkatkan pratisipasi dan pengawasan pelaksanaan anggaran.

Diakhir acara ada season tanya jawab yang diakhiri dengan pembuatan kesimpulan hasil dialog yang dibacakan oleh Muhammad Firdaus sebagai moderator dari Dewan Pengawas E-Net for Justice Indonesia.


Ditulis oleh Muhammad Galuh

1 komentar:

Yanti Kerlip mengatakan...

Makasih Galuh...
Untuk Ova dan Izoel, kayaknya perlu link catatan seperti ini dengan www.rumahkerlip.blogspot.com atau www.rumahkerlip.org