Selasa, 05 Agustus 2008

Apakah UN/UASBN realistis?

Semakin kau berpikir tentang apa yang “realistis”, seharusnya kau semakin kritis tentang ujian terstandarisasi. Berapa banyak pekerjaan yang mengharuskan para pekerjanya menjawab dengan benar di tempat, dari ingatan, saat waktu berjalan? (Aku dapat memikirkan satu atau dua, tapi mereka adalah pengecualian yang membuktikan aturannya.) Seberapa sering kita dilarang bertanya pada rekan kerja kita untuk membantu, atau untuk bergantung pada organisasi yang lebih besar untuk dukungan—bahkan di sebuah lingkungan masyarakat yang mengagungkan kemandirian? Dan saat seseorang akan menilai kualitas dari pekerjaanmu, apakah kau seorang pematung, penjaga pantai, analis keuangan, profesor, pembantu rumah tangga, pereparasi kulkas, wartawan, atau seorang terapis, seberapa sering kau diberikan ujian tertulis yang dirahasiakan? Bukankah lebih mungkin kalau penilai melihat apa yang telah kau kerjakan, atau mungkin melihatmu menampilkan tugas-tugasmu yang biasanya? Agar konsisten, para kritikus pendidikan—yang dengan marah bersikeras bahwa sekolah seharusnya melakukan yang lebih banyak untuk menyiapkan para pelajar untuk dunia yang sesungguhnya—seharusnya menetapkan sebuah akhir dari ujian-ujian buatan semacam itu yang disebut ujian terstandarisasi...Alfie Kohn diterjemahkan ananda Fitry

Tidak ada komentar: