Sabtu, 22 Februari 2014

GeMBIRA bersama Keluarga Peduli Pendidikan di Sekolah Bermain Balon Hijau

Undangan dari Yangie, alumni FaITB perintis Sekolah Main Balon Hijau di Masjid Istiqlal Tubagus Ismail baru dibuka tadi pagi. Wah rupanya saya ketinggalan lagi, ada banyak ragam aksi Kelompok Minat Peduli Pendidikan alumni-alumni ITB. Kali ini bertemu dengan sekelompok alumni dan mahasiswa tingkat akhir di S1 dan S2 yang bekerja untuk menyediakan Pendidikan Anak Usia Dini bagi keluarga "biasa-biasa" saja di sekitar Sekolah Salman Al Farisy. Yangie menyampaikan tentang keputusan para pendidik disana untuk tidak memasang LCD, agar anak-anak asyik bermain bersama para pendidik mereka, sedangkan ibu-ibu mereka bisa membentuk lingkaran belajar bersama. Saya diminta untuk menyampaikan TOR pengajian SBBH, berikut :

8 Tipe Kecerdasan Anak

Waktu : Sabtu, 23 Februari 2014
Pukul : 09.00 – 10.30 WIB
Tempat : Masjid Istiqlal, Jalan Tubagus Ismail XIII Bandung
Acara :Pengajian bulanan orang tua siswa Sekolah Bermain Balon Hijau (SBBH)
Output :
- Orang tua siswa SBBH memahami Delapan Tipe Kecerdasan (Multiple Intelegences) dan mengenalkannya pada anak
- Menyadarkan orang tua siswa bahwa tiap anak memiliki kecenderungan kecerdasan yang berbeda
- Orang tua memahami bagaimana menyikapi kecenderungan kecerdasan anak tersebut.
Pembicara: Ibu Yanti, Keluarga Peduli Pendidikan (KerLip) Bandung
Metode : Penyampaian Materi (45 menit) boleh menggunakan slide, tanya jawab ( 15-30 menit)
Materi :

Sekilas tentang Sekolah Bermain Balon Hijau
Sekolah Bermain Balon Hijau adalah sebuah sarana pendidikan bagi anak usia dini, yang didirikan pertama kali September 2011 oleh beberapa mahasiswa ITB bagi warga di daerah Tubagus Ismail. Sekolah ini memiliki visi untuk ikut serta membentuk anak yang shalih, cerdas dan peduli. Pada usia tersebut, pertumbuhan dan perkembangan anak sedang berada dalam masa emas sehingga proses penanaman visi ini sangatlah penting.
SBBH, begitu singkatannya, hanyalah salah satu fasilitator untuk membantu keluarga menanamkan pendidikan yang baik bagi anak. Tetap peran utama kembali pada orang tua dan lingkungan keluarga masing-masing. keluarga adalah madrasah pertama dan utama. Oleh karena itu, selain kegiatan bermain sambil belajar yang sasarannya untuk anak, pihak SBBH juga bekerja sama dengan orang tua siswa mengadakan pengajian bulanan dan membentuk buletin yang membentuk sebuah pendidikan yang menyeluruh, menyentuh semua pihak.

Sekilas tentang Materi
Menurut Spearman, kecerdasan adalah kemampuan kognitif general yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka. Karena itulah, selama ini banyak orang tua yang melihat kecerdasan anak dari hasil ujian yang dinyatakan dengan angka.
Padahal, setiap anak bisa menjadi cerdas dengan jalannya masing-masing. Oleh karena itu, Howard Gardner kemudian menyusun teori kecerdasan menjadi kecerdasan majemuk. Ada 8 tipe kecerdasan, yaitu :
1. Kecerdasan imaji
Kemampuan memahami, mengelola dan menciptakan imajinasi dari suatu objek dan ruang. Anak dengan kecerdasan imaji akan lebih peka pada wana atau bentuk dari sebuah objek.
2. Kecerdasan aksara
Kecerdasan mengelola bahasa, baik lisan maupun tertulis.
3. Kecerdasan diri
Kemampuan dalam memahami dan mengelola diri.
4. Kecerdasan relasi
Kemampuan memahami orang lain untuk membangun relasi sosial.
5. Kecerdasan musik
Kemampuan dalam memahami dan mengelola nada dan irama untuk mengekspresikan sebuah ide atau emosi
6. Kecerdasan alam
Kemampuan memahami alam untuk menjaga keseimbangan. anak dengan kecerdasan alam memiliki keterkaitan erat dengan alam semesta.
7. Kecerdasan tubuh
Kemampuan memahami dan mengelola tubuh untuk berkarya atau mengekspresikan emosi
8. Kecerdasan logika
Kemampuan dalam memahami dan mengelola hubungan logis antara dua kejadian atau simbol. Anak dengan kecerdasan logika berpikir dengan penalaran, yaitu mencari hubungan sebuah informasi dengan informasi lainnya, misalnya hubungan sebab dan akibat

Dalam Buku “Segenggam Iman untuk Anak Kita” yang ditulis oleh Fauzil Adhim, dijelaskan bahwa pada usia 2-4 tahun adalah masa membangun harga diri anak sehingga mereka memiliki penerimaan diri dan percaya diri yang tinggi. Harga diri yang tinggi cenderung membangkitkan motivasi dalam diri anak sehingga membuatnya bersemangat untuk belajar.
Pada rentang usia 4-6 tahun, orang tua dan guru masih bertugas membangun harga diri anak agar lebih kokoh. Pada rentang usia ini orang tua perlu memberi pengalaman yang jauh lebih kaya agar minat anak berkembang. Orang tua dapat memberi pengalaman 8 kecerdasan majemuk ini pada anak. Namun, betapapun kita melihat aspek kecerdasan yang menonjol pada anak, orang tua atau guru tidak diperkenankan hanya memperhatikan bakat atau sisi kecerdasan yang menonjol saja. Pada masa ini, tugas orang tua dan guru adalah mengembangkan minat anak. Oleh karena itu, kemampuan mengetahui kecenderungan kecerdasan anak dan bagaimana menyikapi kecenderungan tersebut perlu dimiliki oleh para orang tua.
Pada materi kali ini, pemateri diharapkan dapat menjelaskan :
- Mengenalkan 8 tipe kecerdasan majemuk
- Menyadarkan kembali bahwa anak memiliki kecenderungan kecerdasan yang berbeda
- Memberikan pemahaman kepada orang tua bagaimana menyikapi kecenderungan kecerdasan anak tersebut
- Memperkenalkan dan menjelaskan mengenai Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip) yang dipimpin oleh Ibu Yanti dan bagaimana keluarga SBBH bisa berperan serta

Kejeniusan dilahirkan dari Ke-GeMBIRA-an (Thomas Amstrong seperti dikutip oleh Zulfikrie Anas dalam bukunya “Sekolah untuk Kehidupan)

Acara dibuka oleh MC, ibu Bonita, mahasiswi Kimia ITB dilanjutkan dengan sambutan oleh Pak Adam, mahasiswa Meteorologi ITB yang tengah menyiapkan kelulusannya di bulan April 2014. Penuturan Adam yang belum mengenal KerLiP menyadarkan saya bahwa selama ini kegiatan-kegiatan KerLiP belum menjangkau tetangga terdekat. Saya sengaja membawakan GeMBIRA bersama Keluarga Peduli Pendidikan untuk tema diskusi yang diminta oleh Yangie. Obrolan dibuka setelah pembacaan ayat suci bersama-sama. Saya meminta 2 lembar kertas bekas kepada panitia. Inspirasi dari Apa Utomo kembali saya hadirkan dalam pengajian bersama ibu-ibu dan pendidikan di SBBH. Mamah Nafa diminta untuk menunjukkan kertas tersebut dan membaginya menjadi 6 bagian sama besar dalam pikirannya sendiri. Kertas kedua diperagakan oleh ibu Want. Ibu Wanti langsung melipat kertas menjadi enam bagian sama besar dan menunjukkan lipatannya kepada hadirin yang melingkar. Posisi berhadap-hadapan dalam lingkaran yang tak terputus menginspirasi saya untuk mengajak ibu-ibu menjadi penyaji. "Apakah mamah Nafa sudah membagi kertas menjadi 6 bagian sama besar? tanya saya kepada hadiran. Ada yang menjawab belum, ngga dan tidak. Saya segera meminta ibu Kusmiati yang menjawab ngga untuk menjelaskan alasannya. Ibu Kusmiati masih tersipu-sipu ketika ibu Rida di sebelahnya meyakinkan saya bahwa jawaban yang benar adalah belum tentu karena Mamah Nafa tidak menunjukkan buktinya. Ibu Dina yang menjawab tidak benar langsung meralat jawabannya menjadi belum tentu saat saya minta alasannya. Sampailah pada giliran untuk menilai bu Wanti. Serempak semuanya menjawab bu Wanti sudah benar membagi kertas tersebut menjadi 6 bagian sama besar.

Kerucut pengalaman belajar pun mulai ditemukenali dengan menggali hikmah dan pembelajaran dari proses tersebut. Ibu Rosi mendapat giliran pertama kemudian ibu Dina dan beberapa ibu lainnya.
Aha! Akhirnya kami dapat menyimpulkan bersama bahwa pengalaman belajar yang paling meyakinkan kebenarannya adalah dengan melakukan.

Aha berikutnya tentang multiple intelegencies. Bu Wanti dan bu Dina membantu hadirin dengan mendefinisikan bahwa multiple intelegencies adalah kemampuan yang banyak. Saya kembali mengajak ibu-ibu untuk menggali pengalaman belajar sebelumnya untuk memahami "kemampuan banyak" tersebut. Ada beberapa kemampuan yang akhirnya kita temukenali bersama:

1. Saat ibu Wanti melipat menjadi enam bagian, maka ibu Wanti sudah belajar tentang angka 6, membagi 1 bagian menjadi enam bagian, mendengar instruksi, taat terhadap instruksi yang diberikan, dan kemampuan untuk mempresentasikan dengan menunjukkannya kepada semua hadirin.
2. Kemampuan melihat, berpikir, berbicara, menganalisa, mengevaluasi, menilai juga ditingkatkan saat semua hadirin diminta untuk memberikan penilaian terhadap unjuk karya Mamah Nafa dan Ibu Wanti
3. Saat ibu Dina meralat jawabannya menjadi belum tentu ada kemampuan untuk berempati, kemampuan interpersonal terhadap mamah Nafa. apalagi setelah dikonfirmasikan ternyata mamah nafa juga merasa gregetan karena tidak bisa meyakinkan hadirin bahwa kertasnya sudah dibagi enam sama besar karena hanya melalui pikiran saja.

Saya sengaja menanyakan penyanyi favorit ibu-ibu, komposer musik terkenal, ilmuwan terhebat, dan profesi-profesi lainnya untuk memperluas obrolan kita tentang kemampuan yang banyak tersebut.
beberpaa pengalaman belajar matematika menggunakan ubin, musik, olahraga, kemampuan berdiskusi dan kemampuan-kemampuan lainnya akhirnya ditemukan dan dikenali bersama-sama.

Meanrik bagi saya ketika ibu-ibu serempak menyatakan sering marah-marah pada anaknya. Salah seorang ibu katanya sering marah karena takut anaknya jatuh saat memanjat jendela. Ibu Popong, Ibu Wanti dan Ibu Rida membantu ibu tersebut dengan memberikan beberapa saran. ternyata dari pengalaman belajarnya, anak yang senang memanjat bahkan mulai menyimpan bantal atau kursi untuk memanjat jendela. wah, sebenarnya luar biasa sekali ya anak-anak kita.

Saya juga sempat menanyakan tentang raport anak-anak yang pernah dilihat oleh ibu-ibu yang memiliki anak lebih besar. Rupanya semuanya baru bisa mengingat bahwa dalam raport anak TK ada keterangan tentang motorik. Jawaban ini menjadi titik masuk untuk mengajak ibu-ibu menyediakan waktu 20 menit yang memukau setiap hari untuk setiap anak dan mengajak anak-anak melakukan Cara Asyik Cari Tahu mulai dengan mengembangkan tema dari bahan-bahan masakan di dapur masing-masing.

Alhamdulillah, meskipun tidak secara khusus menggali ke-8 kecerdasan majemuk seperti yang diminta oleh panitia, saya berharap ibu-ibu bisa memulai kegiatan GeMBIRA bersama Keluarga Peduli Pendidikan, mulai dengan menyediakan ragam Kegiatan 20 menit yang memukau dengan "melakukan" bermain bersama anak-anak mereka dan menggali pengalaman belajar yang menggembirakan dari sumber-sumber belajar yang tersedia di sekeliling mereka.


Wallahu a'lam bish showab